Kamis, 20 November 2008

BALI: Loncat Sana Loncat Sini!

Sebelum berangkat ‘nggembel’ kemarin, sempat ada teman yang bilang: “Lu ke Bali terus ga bosen apa?”. Lha, gimana mau bosen kalo yang jadi pertanyaan itu Bali. Bali gitu logh! Lagian, pada episode-episode sebelumnya saya belum sepenuhnya menjelalajah daerah ‘pelosoknya’, kok. Sekalian juga buat transit sebelum menyeberang ke Lombok. Jadi, ga dosa donk, kalo saya memilih pulau ini untuk tempat ‘melarikan diri’ dari kerjaan kantor :p.

Selain Kuta yang menjadi basecamp awal saya di sini dan Ubud, serta Bedugul, saya tidak pergi ke tempat yang sama dengan episode sebelumnya. Saya ingin menikmati pemandangan yang baru. Suasana baru. Tentu saja saya juga tidak ingin melewatkan momen The 1st Asian Beach (bukan Bitch) Games yang sedang diadakan di sini. Kapan lagi coba bisa menjadi saksi sejarah dari sebuah pesta olahraga sekelas Asian Beach Games. Yah, walopun sebatas jadi penonton yang baik lah.


Dan inilah tempat-tempat yang bagi saya adalah ‘baru’ itu:

Pantai PadangPadang. Sebelum ke sini, saya hanya mengandalkan spekulasi. Sama sekali tidak ada gambaran apakah pantai ini bakal ajib atau tidak. Karena di peta hanya tercatat sebagai tempat surfing. Dan saya tidak begitu suka surfing. Terletak tidak jauh dari Dreamland yang sudah terlanjur terkenal duluan. Ternyata pantai ini sangat ajib, Sodara. Dan poin plusnya. Pantai ini masih sepi pengunjung, terutama pengunjung lokal. Kecuali saya, semua turis di sini adalah bule. waw…! Jadi bisa ditebak lah cerita selanjutnya seperti apa. Apalagi kalo bukan adegan bule-bule cewe yang dengan bangganya berjemur berjajar rapi tanpa BeHa! Hayo, ini asoy apa geboy namanya?



Pedalaman Ubud. Males juga kalo ke sini hanya mampir ke monkey forest jenguk sodara atau ke puri Ubud yang ‘gitu-gitu’ saja. Makanya saya memilih blusukan, trecking ke sungai-sungainya, yang ternyata bisa tembus ke persawahan yang indah abis. Tidak ada yang sia-sia rasanya jalan kaki saya yang menggemporkan ini. Biar dikata punya jiwa seni, saya juga mampir ke museumnya mbah Antonio Blanco. Kecewa sekali saya, masuk ke sini bayar mahal-mahal (30.000 rupiah buat saya hanya untuk liat ginian mahal donk!). Lha wong lukisannya rata-rata gambar perempuan bugil dengan berbagai posisi. Tidak ada gambar seekor kucing pun! Dari sini, saya bisa menyimpulkan kalo Antonio Blanco ini adalah pelukis cabul! Tuh kan, ketauan betapa ga nyeninya saya. Itu seni, Sam. Seni! Plis deh. Jangan kek FPI saja!



Satu lagi yang baru di sini. Desa Petulu. Tadinya saya ga sengaja sampai ke sini. Iya, saya nyasar. Tapi tidak apalah. Nyasarnya keren. Desa Petulu adalah rumah dari ribuan burung bangau (kalo di Jawa nyebutnya blekok atau kuntul [jangan salah sebut!]). Heran saja gitu, gimana ceritanya ada ribuan burung bisa hidup berdampingan secara rukun (halah) dengan komunitas manusia yang ada di situ. Jadi, yang namanya pohon di depan rumah penduduk itu dijamin isinya full dengan burung! Salut atas kesadaran masyarakatnya!


Tamblingan-Buyan. Saya ke sini juga ga sengaja. Berangkat dari Singaraja, niat awal saya hanya ingin ke danau Bratan, Bedugul. Tapi lewat jalur lain. Jika normalnya lewat jalur Gitgit (yang ada air terjun ajibnya itu) karena dekat, saya malah memilih jalur lain. Lewat Seririt dan terus ke selatan melewati dataran tingginya Buleleng. Eh, siapa sangka ternyata jalur ini sangat mengasyikkan pemandangannya. Mula-mula pemandangan didominasi subak-subak yang berteras-teras. Semakin ke atas pemandangan berganti dominan dengan hutan cengkeh. Baru setelah agak jauh lagi, terlihatlah danau Tamblingan dan Buyan yang letaknya berdampingan. KEREN! Selain itu saya masih nemu juga sebuah air terjun keren di sini. Yang kalo di Jawa pasti harus bayar tiket masuk dulu. Di sini mah, mau keren mau ancur, for free!



Wisata kota di Singaraja. Haha…, ga ada yang bisa dilihat di kota ini. apalagi saya kelilingnya pas malam hari. Ke sini karena saya dapat teman maya yang membolehkan saya menginap di kosannya dengan syarat saya mengajaknya jalan-jalan. Saya hanya ke old harbour-nya. Ini pun gara-gara saya lihat di peta, hanya inilah satu-satunya interesting site-nya. Pas sampai, ealah…cuma sebuah taman kecil yang remang-remang dengan anak-anak muda lokalnya yang kongkow-kongkow. Bosen di sini, saya beralih ke alun-alunnya. Sama sepinya sih. Tapi ada yang unik di sini. Jadi di alun-alun tuh dipasang layar proyektor gede mirip bioskop. Tapi isinya adalah siaran tivi kabel. Kebetulan waktu itu lagi menayangkan berita tenis. Karena saya demen tenis, ya sudah saya pantengin tuh layar raksasa. Hehe…

Air panas alam Angseri. Semua serba ga sengaja. Ini pun saya tidak sengaja menemukannya ketika jalan dari Denpasar ke Singaraja. Di tengah jalan mata iseng saya menemukan plang kecil yang menunjukkan air panas alam Angseri-7km. Saya langsung semangat 45 untuk menemukannya. Biasa lah, hotspring maniac :p. Dari jalan raya masih agak masuk memang, tapi tidak masalah, tempatnya worth it kok. Harga masuknya juga murmer, hanya 3.000 rupiah! Catatan ga penting: karena foto yang diambil di sini tidak baik untuk ibu hamil, anak di bawah umur dan lansia, jadi mohon maaf jika tidak bisa ditampilkan di sini. Mohon maaf.


Itulah sebagian dari tempat –tempat ‘baru’ yang saya temukan kemarin. Selebihnya, ya standar lah. Sunset di Kuta, nawar gila-gilaan di Sukowati (demi teman-teman tercinta), jalan-jalan di Legian, dugem. Hohoho…yang terakhir bohong ding. Saya masih terlalu udik untuk ajeb-ajeb.


Dan selama nggembel di Bali-Lombok, total saya mendapat tiga orang nemu di jalan, satu orang teman maya yang baik hati, dua kali dapat tumpangan nginep gratis, dan satu kali undangan makan malam gratis (juga). So, apakah saya terlihat seperti tipikal cowo gratisan? Hehe…, menurut loe, Sam?

Rabu, 19 November 2008

Bedah Buku The Naked Traveler


Weekend saya yang kemarin sengaja saya habiskan untuk pergi ke Senayan. Pada tau lah ya, kalo di JCC lagi ada yang namanya the biggest book exhibition in the country alias bukfér. Memang ada pameran satu lagi yang ga kalah hebohnya di sini, yaitu INDOCOMTECH. Pameran barang-barang gadget dengan segala jenis dan bentuknya. Tapi berhubung saya termasuk orang yang ga begitu doyan komputer dan tetek bengeknya (baca: gaptek) jadi ya saya lebih memilih ublek-ublek stan bukfér.

Sebetulnya satu hal yang membuat saya sangat bersemangat datang ke JCC adalah adanya acara bedah buku favorit saya, oleh penulis yang juga saya kagumi. The Naked Traveler oleh Trinity. Beli buku ini sudah lama banget, di halaman depan saja tercatat saya membelinya awal Maret 2007. Waktu itu mungkin buku-buku mengenai catatan traveling belum se-happening seperti sekarang ini. Tapi walau begitu, saya yang doyan acara jalan-jalan, apalagi jalan-jalannya menggunakan ‘paket gembel’ langsung ngembat buku itu dari rak Gramedia. Saya langsung jatuh cinta pada bacaan pertama! Dan sampai sekarang, entah sudah berapa kali saya mengkhatamkan buku ini. Yang jelas, kertasnya sudah lecek dan tak seindah bentuk awalnya. No problemo.

Kembali ke soal bedah buku. Bagi yang sudah baca buku ini tapi belum tau wujud tante Trinity seperti apa, jangan terkecoh dengan sosok wanita seksi tampak belakang yang ada di cover belakang bukunya. THAT’S NOT HER AT ALL! Atau ada yang sudah pernah melihatnya di acara (almarhum) Empat Mata, mungkin? Yap, seperti itulah wujud asli dari tante Trinity, gendut, selalu tampak ceria, dan pastinya gokil abis. Tak ada kesan terindah selain bisa ngobrol langsung dengan sang penulis yang telah sangat berjasa menginspirasi hidup saya ini. Apalagi bisa foto bersama. Keren dah! satu-satunya hal yang membuat saya agak kecewa di sini adalah, I failed to get the T-Shirt gara-gara salah nebak berat badan tante Trinity. Payah!