Sabtu, 10 Januari 2009

THE PASPORT

Jumat kemarin adalah hari yang cukup merepotkan buat saya. Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya mengurus sebuah kartu ajaib yang bisa membawa saya ke luar dari negeri ini (bukan, saya bukan benci dengan Indonesia dan berniat untuk eksodus ke Amerika atau negara-negara ‘utara’ yang lebih menjanjikan kemakmuran), tentu saja jika ditambah dengan tiket pesawat di tangan. Paspor. Yah, saya berurusan dengan paspor. Dan untuk apa sebenarnya paspor ini, nanti akan ada sebuah kuis trivia mengenai hal ini. Itupun jika ada yang tertarik menjawabnya.

*** *** ***

Dimulai dengan browsing tentang bagaimana cara mengurus paspor dan di mana saja saya bisa mengurusnya. Ada yang bilang : di kantor imigrasi ya, Sam. Bukan di kantor pajak! Ok, saya pun bukan jenis manusia sedongo itu. Saya masih cukup pintar untuk bisa membedakan yang namanya NPWP dan PASPOR. Dari browsing di internet itu, plus bertanya langsung ke kantor imigrasi berkat bantuan telkom 108 (thanks to mbak operator yang bersuara ‘saya-masih-belum-budeg-kaleee’) bisa saya ketahui bahwa dibutuhkan fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga, fotokopi ijazah atau akta kelahiran dan surat rekomendasi dari atasan (bagi pegawai baik hati seperti saya tentunya ^_^) untuk syarat permohonan pembuatan paspor. Ups, saya lupa menyebutkan satu lagi. Biaya pengurusan sebesar sebesar 270 ribu rupiah PLUS uang jajan beberapa ratus ribu untuk mempercepat proses pengurusan. Ah, birokrasi memang mahal.

Mengistilahkan kota Bekasi dan Karawang, boleh dibilang seperti antara Carrefour dengan Indomaret. Tapi saya heran kenapa di Bekasi tidak ada kantor imigrasi dan justru di Karawang ada. Anda juga heran? Tidak usah terlalu dipikirkan, nanti jadi beban. Dan faktor saya pernah tinggal di Karawang untuk beberapa tahun lamanya sampai saya hapal betul kebiasaan norak (sebagian) orangnya yang sukanya berdesakan ga jelas di satu-satunya pusat perbelanjaan yang ada di situ setiap akhir pekan atau gaya pakaian anak mudanya yang, mau jadi gaul ga harus gitu kali, bro. Makanya saya lebih memilih mengurus di sini karena mengenal medan daripada mengurus di Jakarta yang mungkin hanya akan menghasilkan dua bencana bagi saya, tersesat di zona labirin kantor imigrasi yang berbelit-belit sehingga paspor saya bisa-bisa jadinya tahun baru 2010 dan uang pelicin yang jauh lebih mahal, mengikuti UMR DKI Jakarta! No way!

Memasuki kantor imigrasi kelas II Karawang saya tidak terlalu gentar seperti ketika memasuki kantor Polres Metro Bekasi yang secara biadab dijejali oleh oknum-oknum calo haus uang saat menebus STNK lantaran motor ditilang polisi tanpa saya bisa mencerna dengan akal sehat kenapa itu semua bisa terjadi. Biadab. Polisi itu biadab. Saya langsung menuju ke loket satu, di mana seorang laki-laki paruh baya berperawakan gemuk sedang menikmati makan siangnya. Sebut saja namanya Pak Cuy. Saya sudah menghubunginya sebelum ke sini dan sudah pula membicarakan masalah pemrosesan via jalan tol (semoga ini bukan tol dalam kotaJakarta. Tidak ada bedanya dengan jalan biasa. Macettt!). Ketika dia tahu bahwa saya bekerja di pajak, wajahnya langsung sumringah seolah kita sudah saling kenal selama sepuluh tahun lamanya. Kenyataannya saya baru melihat muka chubby-nya beberapa menit yang lalu. Alasannya sederhana. Dia punya seorang sahabat kental yang juga bekerja di kantor pajak. Haha…untuk hal yang satu ini saya suka. Mungkin jika saya mau sedikit berlebihan dengan mengaku sebagai keponakan pak SBY, bukan hanya wajah sumringah yang saya dapat. Tapi pengurusan paspor kilat satu jam jadi! Lha, tapi kalau ternyata dia penggemar berat Megawati atau Gus Dur bagaimana? (saya belum memikirkan reaksinya :p)

Setelah beberapa menit bernegosiasi santai (saya berusaha membawa suasana sesantai mungkin untuk meluluhkan hatinya dan demi mendapatkan harga yang ideal untuk paspor saya nanti) berkas permohonan saya pun diterima. Dia berjanji senin siang, saya bisa datang lagi ke situ untuk menjalani proses wawancara dan foto untuk kemudian officially have that stuff. Dengan syarat saya harus membawa semua dokumen asli yang dibutuhkan; KTP, Kartu Keluarga (KK) dan Ijazah atau Akta Kelahiran.

Dan di sinilah masalahnya timbul. Yang mana tidak lain dan tidak bukan adalah : KK SAYA HILANGGGGGG!!! Seingat saya (bohong! Saya hampir tidak pernah ingat di mana saya meletakkan barang-barang saya), saya meletakkannya di dalam laci meja kerja saya di kantor bersama dokumen-dokumen penting macam riwayat pendidikan dan perkerjaan saya. Iya, saya meletakkanya di situ. Tapi kenapa kemarin saya obrak-abrik seisi laci tidak ada? Laci satunya tidak ada. Di berkas kepegawaian saya juga tidak ada. Mencoba berpikir positif, saya ganti mencarinya di kamar kos. Mengeluarkan hampir seluruh baju di lemari dan masih dengan pikiran positif saya coba mengecek kolong kasur dengan senter. NIHIL! Huaaaaaaaaaa….!!! #_# Pikiran positif saya mendadak meleleh. Saya kesal. Putus asa. Di manakah benda itu??? Di manakah dirimu berada di saat krusial seperti ini?!? Dimannnaaa?!!!? Saya benar-benar benci dengan kepikunan ini! Adakah kiranya obat yang bisa mereduksi penyakit ‘pikun dini’ ini? Ente jual ane beli dah. Zerius, ane zuzur.

Sampai sekarang saya masih berusaha keras mengingat-ingat dan mengobrak-abrik tempat lain yang memungkinkan benda itu berada di situ. Kecuali satu, kamar mandi :p.

Hari senin hanya berjarak dua hari dari sekarang, sabtu. Dan saya tidak tahu apa yang bakal terjadi jika KK itu benar-benar tidak saya temukan (Allah pasti membantu hambaNya dengan caraNya. Saya yakin). Apakah permohonan pembuatan paspor saya ditolak. Atau saya terpaksa harus mengeluarkan lagi uang ekstra sebagai ganti saya tidak menyerahkan salah satu dokumen asli yang disyaratkan. Selain disuruh melayani nafsu bejat salah satu petugasnya (hoh segitunya kah???), jika itu memang jalan yang diberikan Allah buat saya untuk bisa membuat paspor, saya akan penuhi. Demi. Demmmiiii…..

Trivia quiz :

Dalam rangka apakah Samhoed mengurus paspor?

a. Dia bosan jadi bendahara dan memutuskan untuk mengadu nasib jadi TKI di Arab dengan

resiko dicambuk, dilecehkan dan tidak digaji berbulan-bulan.

b. Sewaktu jalan di Bali Samhoed bertemu dengan tante bule koaya raya yang bersedia

mengabulkan apapun yang dia inginkan, asal dia mau jadi gundiknya.

c. Terobsesi berat dengan Frandz dan Kurt (novel Honeymoon with my brother) yang rela

keluar dari kerjaan mapannya, menjual rumahnya dan mulai berkeliling dunia

dengan uang pesangonnya. Walaupun Samhoed sadar dia tidak mempunyai dua hal

di atas. Kerjaan mapan dan rumah mewah. Dengan kata lain, gembel aja belagu!

Senin, 05 Januari 2009

Jogjakarta, The Last Trip in 2008



Lengkap sudah acara nggembel saya di tahun 2008 ini. Semua daftar tempat yang ingin saya kunjungi di resolusi 2008 sudah tercontreng dengan sempurna! Bahkan sampai surplus :p. Dan tempat terakhir yang terjajah itu adalah Jogjakarta. Kota yang terkenal dengan angkringan, gudeg, malioboro dan tentu saja Pasar Kembangnya :p.



Untuk kali ini moda transportasi yang sengaja saya pilih adalah bus. Alasannya agak-agak emosional sih, yaitu saya masih menyimpan dendam sama PT KA yang telah tega menelantarkan saya di gerbong (lebih mengenaskan lagi: sela-sela gerbong) keretanya. Padahal saya sudah membayar tiket penuh dan itu kereta kelas bisnis! Memang sungguh tidak professional perusahaan satu ini.



Mau mujur malah ancur, itulah ceritanya. Saya pikir dengan naik bus tingkat deritanya tidak akan sebegitu menyakitkan seperti halnya naik kereta. Tapi ternyata sama saja, bikin naik pitam. Bahkan dari awal keberangkatanpun sudah menjengkelkan. Jadwal yang molor hampir satu jam (oke, ini masih bisa saya maafkan), kondisi bus yang ternyata jauh dari deskripsi awal yang digembar-gemborkan oleh sang agen, sampai dengan hal yang satu ini. Ini yang membuat saya marah dan jengkel sama pihak agen bus. Bagaimana tidak, setelah sebelumnya saya menanyakan masalah nomor tempat duduknya bagaimana dan dia menjawab : “ Tenang, masih banyak yang kosong, kok.” Ternyata pas bus mau berangkat saya gelagapan sendiri mencari-cari kursi kosong. Bus sialan itu sudah penuh sepenuh-penuhnya! Akhirnya setelah ngotot dengan pihak agen dapatlah saya tempat duduk di bagian paling depan yang sebenarnya ini juga kursinya sangat tidak layak. Tapi ya sudahlah, daripada saya harus memilih opsi pertama yang ditawarkan, yaitu duduk manis di dek belakang yang sempit dan gelap. Oh tidak! Saya phobia ruang sempit. Bisa-bisa saya mati lemas jika memilih duduk di situ.



Dasar bus ga elit. Sudah di perjalanan pun masih saja bikin masalah. Dan tahu kali ini apa? Yeap, di subuh buta bannya kempes. Cakep! Dan sebagai bonusnya (syukurlah ini adalah cobaan terakhir, fyuhhh), bannya kempes sekali lagi. Makin cakep! Untung hanya dua kali. Coba saja kalau sampai kejadian tiga kali. Bisa-bisa bus ini dibakar massa saking kesalnya. Dan perjalanan Bekasi-Jogja akhirnya ditempuh dengan penuh perjuangan selama 11 jam SAJA! Hebat!
Oke, cukup acara ngomel-ngomelnya. Saya ini kan, mau refreshing biar awet muda. Bukan malah marah-marah yang hanya bikin cepat tua. Betul?



Sebagai manusia normal yang masih punya rasa lapar dan haus, hal pertama yang saya lakukan saat menginjakkan kaki di kota ini adalah : MAKAN! Kebayang donk bagaimana laparnya semalaman tidak mengunyah makanan sama sekali karena bus memang tidak berhenti di rumah makan selama perjalanan. Alhasil, seporsi soto ayam plus-plus pun ludes dengan ganasnya. Hehe…, agak kaget juga ketika mendapati harga makanan di sini sangat murah. Jika dibandingkan dengan Bekasi, harga yang saya bayarkan untuk satu paket makanan tadi hanya bisa untuk membeli es teh manis. Bekasi memang kota yang mahal!



CITY TOUR!



Jalan-jalan edisi kali ini saya tidak membawa senjata wasiat bernama peta. Saya juga hanya sedikit mempelajari tentang wisata Jogja di internet. Selebihnya, saya hanya mengandalkan petuah-petuah dari guide maya saya (sungkem ke ndoro Aga). Untuk penginapan saya memilih hotel kelas kos-kosan di gang Sosrowijayan, yang jaraknya hanya 10 menit ngesot dari stasiun Tugu. Tentu saja karena alasan harga yang sangat murah. Dan karena ceritanya hanya city tour, jadinya saya hanya muter-muter sekitaran pusat kotanya.



From north to south. Dimulai dari stasiun Tugu di hari pertama. Bukan untuk sightseeing sih di sini, melainkan untuk mencari tiket kereta yang mungkin saja masih tersisa untuk jurusan Surabaya-Jakarta. Dan Alhamdulillah tiketnya sudah habis terjual. Jadi kan, tidak harus naik kereta lagi tuh :p. Hehe, malah dapat Batavia yang hanya 357 ribu :).



Dilanjutkan dengan jalan kaki menikmati jalur pedestrian yang lebar di sepanjang jalan Malioboro (only walk, without shop), mampir sejenak di benteng Vredeburg dan istirahat meluruskan kaki di perempatan gedung BNI sambil makan cemilan sebelum melanjutkan langkah ke alun-alun Selatan untuk uji nyali nabrak beringin. Indahhh…


on evening in Jogja

Oh iya, di hari pertama ini saya berkesempatan kopdar dengan salah satu teman maya mantan anggota Kuningan Blog (alm) bernama ibu Cicek a.k.a Sakurastan (multiply) a.k.a Tac (mirC) a.k.a Titik (nama sebenarnya). Bertemu manusia satu ini sungguh ribet. Janjian ketemu di stasiun Tugu, tapi dibela-belain muter-muter seluruh stasiun masih tidak ketemu juga. *ugh* Namun, setelah hampir putus asa mencari dan mencari kita berdua pun dipertemukan (bayangkan adegan slow motion Cinta sedang mengejar Rangga saat di bandara di film AADC) di depan pintu peron! Ealah…

cicek n me

Mumpung lagi ada di Jogja, acara makan malam saya memilih di warung lesehan yang jumlahnya puluhan di sepanjang jalan Malioboro. Tadinya ingin sekali mencoba merasakan sensasi ngopi-ngopi di angkringan Lik Man yang ada di sudut jalan sebelah stasiun Tugu. Tapi pas melihat penuhnya orang di situ, jadi males sendiri. No angkringan no cry la hay. Akhirnya hanya puas dengan gudeg dan ayam bakar. Set dah, ini ayam apa karet!?!



Hari kedua diisi dengan mengunjungi keraton, keluar-masuk gang sempit di Taman Sari dan sholat jumat di masjid Gedhe. Dan walaupun ada ratusan tukang becak yang meraung-raung menawarkan jasanya, saya lebih suka menyusuri kota dengan jalan kaki. Sehat, sehat, sehat dan gempor :p.



Sorenya saya meninggalkan kota menuju ke Prambanan naik transjogja (busway-nya Jogja :p). Selain menikmati pemandangan candi Prambanan dan menyempatkan nonton film tentang candi Prambanan (yang ternyata membuat saya mengantuk) yang ada di kompleks wisatanya, saya juga menyempatkan diri untuk ngojeg ke situs (bekas) Istana Ratu Boko, yang hanya terdiri dari puing-puing dan kambing-kambing belaka. Sayang sekali memang, untuk menuju ke sini saya harus mengingkari idealisme saya untuk selalu membudayakan jalan kaki karena saya sudah cukup lelah hari ini. walaupun sebenarnya jaraknya tidak terlalu jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki dan terlalu dekat untuk naik ojheg. Ah, sudahlah. Lupakan saja.



Hari menjelang senja, dan saya pun melanjutkan perjalanan ke timur, pulang ke kampung halaman di Jawa Timur. Whoaaa…dari sini perjalanan naik bus cepat berasa lancar benerrr…!


Minggu, 04 Januari 2009

The Best Accomodation of the Year


Bicara masalah akomodasi di sini tolong jangan pernah membayangkan tentang Hotel Hard Rock yang harganya selangit atau resort-resort super mahal yang harga satu malamnya membutuhkan modal jual diri sebulan penuh ya! Tidak. Tidak ada akomodasi seperti itu di daftar jalan-jalan saya. Namun sebaliknya, bayangkanlah sebuah penginapan sederhana yang nyaman, murah dan terdapat di lokasi terbaik. Yah, kira-kira seperti itulah tipe yang biasa (harus) saya cari dalam setiap acara traveling.

Catatan: Tidak semua penginapan berharga murah itu murahan, lho!

Dan menurut saya inilah tiga besar penginapan terbaik saya sepanjang tahun 2008 kemarin:

Peringkat tiga.

Hotel Cemara Indah, Bromo. Kenapa? Yap, karena dengan harga yang hanya 50.000 ribu (low season) kita bisa mendapatkan sebuah kamar dengan twin bed. Oke, anggaplah ini sesuatu yang wajar. Tapi ini dia yang membuat hotel ini menjadi sangat istimewa: halamannya langsung berhadapan dengan gunung Bromo. Dan berjalan lima langkah dari sini kita bisa langsung terjun ke lautan pasirnya. WAW…!!! Poin plusnya lagi, petugas hotelnya bisa menjadi tukang ojeg yang baik hati yang bersedia mengantarkan saya ke tiga point of interesting yang ada di Bromo dengan harga yang bisa dinego. Keren, kan.

Peringkat kedua.

Bla bla bla Bungalow, Ubud. Haduh maaf saya benar-benar lupa nama penginapan yang satu ini. Tapi yang jelas penginapan ini sangat recommended bagi anda-anda yang haus akan tempat murah dan berkelas. Harga cuma 60.000 rupiah. Sebenarnya masih bisa ditawar nih. Tapi saya ga enak dengan pemilik bungalow yang terlalu ramah dan baik hati. Tempat tidur masih sama, twin bed. Mubazir juga sih, lha wong yang nginep cuma seorang. Masa ya saya harus loncat kasur sana-sini biar ga rugi-rugi amat. Hehe…Dekorasi juga sangat eksotik. Berupa rumah semi tradisional yang ‘Bali’ banget. Sarapan pun tersedia di sini, satu paket omelet+salad buah+kopi. Lumayan…

Dan satu lagi, lokasinya benar-benar strategis (mbak Feny mode on :p). Saya hanya perlu masuk sedikit ke gang dari jalan besar (ehm, kalau ga salah jalan Monkey Forest) dan ini hanya berjarak beberapa ratus meter dari puri Ubud dan pasar seni ubud.

Peringkat pertama.

Inilah peringkat pertama akomodasi terbaik saya di tahun 2008. Jreng… jreng…!

Hotel Raja! *plok plok plok*

Dari balkon kamar hotel saya langsung mendapat suhugan ajib berupa panorama pantai Senggigi. Dan akan semakin ajib kala hari mulai senja. U will get an almost perfect sunset just by sitting and having a cup of tea in your terrace hotel. Serius!

Soal sarapan gratis juga jangan khawatir. Karena sudah termasuk dalam harga hotel. Malah kita juga dapat voucher gratis minuman di café sebelah (baca: ini mah bar kale!). Apapun. Asalkan itu masih minuman, bukan makanan :p.

Sepertinya dari ketiga penginapan di atas mempunyai kelebihan masing-masing ya. Tapi kenapa saya memilih hotel Raja menjadi yang terbaik? Yeah, jawabannya adalah : karena GRATISAN! Hahahaha…

Kamis, 18 Desember 2008

RESOLUSI oh RESOLUSI


Awal tahun 2008 lalu saya menuliskan target-target atau resolusi yang ingin saya capai di sepanjang tahun ini. Mulai dari hal religi ( karena saya merasa semakin tua semakin hedon saja), keuangan, karir, studi, asmara (halah), sampai tentang jalan-jalan.

Dalam hal religi, saya sebenarnya ingiiin sekali hijrah dari kehedonan saya ini untuk menjadi seorang pemuda harapan bangsa, yang alim, rajin sholat ke masjid, tahajud, ikut pengajian. Tapi kenyataannya? Jauh panggang dari api, boro-boro mau ke masjid, dengar adzan maghrib malah asik mantengin sinetron. Padahal sudah tahu isinya sampah semua. Boro-boro mau tahajud, alarm bunyi saja hape dilempar. Jadi kesimpulannya, resolusi religi tahun ini : GAGAL!

Kalau masalah keuangan, masih mendingan lah semakin ke sini semakin makmur. Bukan gara-gara saya dimutasi jadi bendahara lantas saya korupsi uang kantor ya! Maksud saya, yah Alhamdulillah tabungan saya masih dalam kondisi ‘sehat’, bisa nyicil rumah walaupun seunyil, blusuk pula. Ceritanya, cashflow masih aman terkendali lah. Hehe… *Terimakasih Ya Allah*

Karir, memang adalah suatu kebodohan yang absolut jika saya menulis ‘SAYA INGIN JADI KEPALA KANTOR TAHUN INI’ di daftar resolusi saya. Dan kenyataannya, sampai sekarang saya masih duduk tenang di sini sebagai pelaksana. *menerawang ke atas sambil bilang: ‘ Someday I’ll buy this building. Yeahh…someday.’*

Studi. Aduh-aduh, (agak) sedih juga bicara tentang hal yang satu ini. Alih-alih nerusin kuliah, saya malah men-DO-kan diri. Memang susah untuk mencari alasan yang tepat kenapa saya mesti memutuskan untuk keluar dari kuliah. Dua kali pula. Tapi sampai saat ini, saya sebut ‘masalah hati’ lah penyebabnya. Saya tahu ini hanya sebuah pembenaran. Tapi ya sudahlah, toh ini hidup saya. dan saya tak kan membiarkan seorang pun berhak memperkosa hati saya! *sadis*

Asmara. Apalagi yang ini. suram. Remang-remang. Ga jelas. Wahai kau wanita-wanita (yang cantik, pengertian, ga matre), di manakah kalian bersembunyi? Tidakkah kalian tahu bahwa ada seorang pangeran tampan yang menanti-nanti kehadiran kalian untuk mendampingi hidupku ini. untuk menjadi suami. Dan mencintai sampai mati. DIMANAAAAA?????? *lho kok nyolot*

Dan yang terakhir, tentang jalan-jalan. Hehe…, bisa jadi hanya target inilah yang mengalami sukses besar tahun ini. sampai-sampai over target. Dan bisa jadi pula inilah tahun ‘Visit Year’ saya, dimana tidak ada hari libur selain tanpa jalan-jalan dan jalan-jalan. Nggembel di Bali, snorkeling di Lombok, menggigil-ria di Bromo, reuni di Bandung, geber motor sampai pantat panas tanpa STNK dan plat nomor palsu ke Ujung Genteng (jauuuuuh banget dari Sukabumi), blusukan cari curug dan kolam air panas di pedalaman Garut dan lain-lain dan lain-lain. Benar-benar tahun yang spektakuler. Belum lagi tiket ke Jogja sudah di tangan. So, untuk hal satu ini saya boleh donk, sedikit bangga. :p

Rabu, 10 Desember 2008

Hotspringaholic


Liburan Idul Adha kemarin saya memilih melarikan diri ke Bandung dan Garut (lagi). Yah, daripada mudik ke Jawa dan harus merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk liburan yang tiga hari doank. Pemborosan donk namanya. Mendingan uang disimpan untuk persiapan ‘tur trans jawa’ nanti.

Selama di Garut ini, selain agenda rutin mengunjungi situ Cangkuang dan menikmati jagung bakarnya, jalan-jalan di kota dan mencicipi setiap kudapannya serta blusukan mencari curug-curug yang belum terjajah, saya juga menyempatkan diri (baca:wajib) untuk pergi ke tempat yang namanya hotspring a.k.a mata pemandian air panas. Pada edisi-edisi sebelumnya sih saya memilih pemandian Cipanas untuk memanjakan diri. Inilah salah satu pemandian air panas favorit saya, selain Angseri yang eksotik di pedalaman Bali.

Dengan dalih pengen mencoba pemandian air panas yang lain, saya pun memutuskan untuk tidak ke Cipanas, tapi berburu hotspring yang lain. Dan nemulah saya tempat pemandian yang, sebenarnya sih cuma kelas ‘kampung’. Jalan masuknya saja harus melewati jalan setapak sempit berkelok-kelok curam. Tapi ga tahu kenapa, saya merasa tempat ini kok indah ya. Apakah karena suasananya yang ndeso banget itu? mungkin juga. Yang jelas saya sangat menikmati mandi air panas di sini. NIKMAAAAT…! *kabar gembiranya: it’s so free of charge :p*

Heran ya, hampir di setiap acara jalan-jalan saya. sering banget nemu hotspring. Seperti saat di Bali kemarin, niat ke danau Bratan, eh malah nemu hotspring di tengah sawah yang pemandangannya ajib bener. Ada fasilitas jacuzzy-nya lagi. Bayarnya murah lagi. Itulah pemandian air panas Angseri. Atau saat jalan rame-rame ke Ciwidey beebrapa bulan lalu. Ga disangka di depan penginapan ada kolam air panasnya. Walah, hati siapa coba yang ga ngiler ada beginian. Bugil-bugil dah di sini :p.

Tapi kadang saya memang niat banget sih nyambangi kolam air panas. Setiap mudik di Mojokerto, saya selalu bela-belain ngos-ngosan genjot sepeda ke lereng gunung Welirang demi sebuah pemandian air panas bernama Padusan. Dasar hotspringaholic :p.

Kamis, 20 November 2008

BALI: Loncat Sana Loncat Sini!

Sebelum berangkat ‘nggembel’ kemarin, sempat ada teman yang bilang: “Lu ke Bali terus ga bosen apa?”. Lha, gimana mau bosen kalo yang jadi pertanyaan itu Bali. Bali gitu logh! Lagian, pada episode-episode sebelumnya saya belum sepenuhnya menjelalajah daerah ‘pelosoknya’, kok. Sekalian juga buat transit sebelum menyeberang ke Lombok. Jadi, ga dosa donk, kalo saya memilih pulau ini untuk tempat ‘melarikan diri’ dari kerjaan kantor :p.

Selain Kuta yang menjadi basecamp awal saya di sini dan Ubud, serta Bedugul, saya tidak pergi ke tempat yang sama dengan episode sebelumnya. Saya ingin menikmati pemandangan yang baru. Suasana baru. Tentu saja saya juga tidak ingin melewatkan momen The 1st Asian Beach (bukan Bitch) Games yang sedang diadakan di sini. Kapan lagi coba bisa menjadi saksi sejarah dari sebuah pesta olahraga sekelas Asian Beach Games. Yah, walopun sebatas jadi penonton yang baik lah.


Dan inilah tempat-tempat yang bagi saya adalah ‘baru’ itu:

Pantai PadangPadang. Sebelum ke sini, saya hanya mengandalkan spekulasi. Sama sekali tidak ada gambaran apakah pantai ini bakal ajib atau tidak. Karena di peta hanya tercatat sebagai tempat surfing. Dan saya tidak begitu suka surfing. Terletak tidak jauh dari Dreamland yang sudah terlanjur terkenal duluan. Ternyata pantai ini sangat ajib, Sodara. Dan poin plusnya. Pantai ini masih sepi pengunjung, terutama pengunjung lokal. Kecuali saya, semua turis di sini adalah bule. waw…! Jadi bisa ditebak lah cerita selanjutnya seperti apa. Apalagi kalo bukan adegan bule-bule cewe yang dengan bangganya berjemur berjajar rapi tanpa BeHa! Hayo, ini asoy apa geboy namanya?



Pedalaman Ubud. Males juga kalo ke sini hanya mampir ke monkey forest jenguk sodara atau ke puri Ubud yang ‘gitu-gitu’ saja. Makanya saya memilih blusukan, trecking ke sungai-sungainya, yang ternyata bisa tembus ke persawahan yang indah abis. Tidak ada yang sia-sia rasanya jalan kaki saya yang menggemporkan ini. Biar dikata punya jiwa seni, saya juga mampir ke museumnya mbah Antonio Blanco. Kecewa sekali saya, masuk ke sini bayar mahal-mahal (30.000 rupiah buat saya hanya untuk liat ginian mahal donk!). Lha wong lukisannya rata-rata gambar perempuan bugil dengan berbagai posisi. Tidak ada gambar seekor kucing pun! Dari sini, saya bisa menyimpulkan kalo Antonio Blanco ini adalah pelukis cabul! Tuh kan, ketauan betapa ga nyeninya saya. Itu seni, Sam. Seni! Plis deh. Jangan kek FPI saja!



Satu lagi yang baru di sini. Desa Petulu. Tadinya saya ga sengaja sampai ke sini. Iya, saya nyasar. Tapi tidak apalah. Nyasarnya keren. Desa Petulu adalah rumah dari ribuan burung bangau (kalo di Jawa nyebutnya blekok atau kuntul [jangan salah sebut!]). Heran saja gitu, gimana ceritanya ada ribuan burung bisa hidup berdampingan secara rukun (halah) dengan komunitas manusia yang ada di situ. Jadi, yang namanya pohon di depan rumah penduduk itu dijamin isinya full dengan burung! Salut atas kesadaran masyarakatnya!


Tamblingan-Buyan. Saya ke sini juga ga sengaja. Berangkat dari Singaraja, niat awal saya hanya ingin ke danau Bratan, Bedugul. Tapi lewat jalur lain. Jika normalnya lewat jalur Gitgit (yang ada air terjun ajibnya itu) karena dekat, saya malah memilih jalur lain. Lewat Seririt dan terus ke selatan melewati dataran tingginya Buleleng. Eh, siapa sangka ternyata jalur ini sangat mengasyikkan pemandangannya. Mula-mula pemandangan didominasi subak-subak yang berteras-teras. Semakin ke atas pemandangan berganti dominan dengan hutan cengkeh. Baru setelah agak jauh lagi, terlihatlah danau Tamblingan dan Buyan yang letaknya berdampingan. KEREN! Selain itu saya masih nemu juga sebuah air terjun keren di sini. Yang kalo di Jawa pasti harus bayar tiket masuk dulu. Di sini mah, mau keren mau ancur, for free!



Wisata kota di Singaraja. Haha…, ga ada yang bisa dilihat di kota ini. apalagi saya kelilingnya pas malam hari. Ke sini karena saya dapat teman maya yang membolehkan saya menginap di kosannya dengan syarat saya mengajaknya jalan-jalan. Saya hanya ke old harbour-nya. Ini pun gara-gara saya lihat di peta, hanya inilah satu-satunya interesting site-nya. Pas sampai, ealah…cuma sebuah taman kecil yang remang-remang dengan anak-anak muda lokalnya yang kongkow-kongkow. Bosen di sini, saya beralih ke alun-alunnya. Sama sepinya sih. Tapi ada yang unik di sini. Jadi di alun-alun tuh dipasang layar proyektor gede mirip bioskop. Tapi isinya adalah siaran tivi kabel. Kebetulan waktu itu lagi menayangkan berita tenis. Karena saya demen tenis, ya sudah saya pantengin tuh layar raksasa. Hehe…

Air panas alam Angseri. Semua serba ga sengaja. Ini pun saya tidak sengaja menemukannya ketika jalan dari Denpasar ke Singaraja. Di tengah jalan mata iseng saya menemukan plang kecil yang menunjukkan air panas alam Angseri-7km. Saya langsung semangat 45 untuk menemukannya. Biasa lah, hotspring maniac :p. Dari jalan raya masih agak masuk memang, tapi tidak masalah, tempatnya worth it kok. Harga masuknya juga murmer, hanya 3.000 rupiah! Catatan ga penting: karena foto yang diambil di sini tidak baik untuk ibu hamil, anak di bawah umur dan lansia, jadi mohon maaf jika tidak bisa ditampilkan di sini. Mohon maaf.


Itulah sebagian dari tempat –tempat ‘baru’ yang saya temukan kemarin. Selebihnya, ya standar lah. Sunset di Kuta, nawar gila-gilaan di Sukowati (demi teman-teman tercinta), jalan-jalan di Legian, dugem. Hohoho…yang terakhir bohong ding. Saya masih terlalu udik untuk ajeb-ajeb.


Dan selama nggembel di Bali-Lombok, total saya mendapat tiga orang nemu di jalan, satu orang teman maya yang baik hati, dua kali dapat tumpangan nginep gratis, dan satu kali undangan makan malam gratis (juga). So, apakah saya terlihat seperti tipikal cowo gratisan? Hehe…, menurut loe, Sam?

Rabu, 19 November 2008

Bedah Buku The Naked Traveler


Weekend saya yang kemarin sengaja saya habiskan untuk pergi ke Senayan. Pada tau lah ya, kalo di JCC lagi ada yang namanya the biggest book exhibition in the country alias bukfér. Memang ada pameran satu lagi yang ga kalah hebohnya di sini, yaitu INDOCOMTECH. Pameran barang-barang gadget dengan segala jenis dan bentuknya. Tapi berhubung saya termasuk orang yang ga begitu doyan komputer dan tetek bengeknya (baca: gaptek) jadi ya saya lebih memilih ublek-ublek stan bukfér.

Sebetulnya satu hal yang membuat saya sangat bersemangat datang ke JCC adalah adanya acara bedah buku favorit saya, oleh penulis yang juga saya kagumi. The Naked Traveler oleh Trinity. Beli buku ini sudah lama banget, di halaman depan saja tercatat saya membelinya awal Maret 2007. Waktu itu mungkin buku-buku mengenai catatan traveling belum se-happening seperti sekarang ini. Tapi walau begitu, saya yang doyan acara jalan-jalan, apalagi jalan-jalannya menggunakan ‘paket gembel’ langsung ngembat buku itu dari rak Gramedia. Saya langsung jatuh cinta pada bacaan pertama! Dan sampai sekarang, entah sudah berapa kali saya mengkhatamkan buku ini. Yang jelas, kertasnya sudah lecek dan tak seindah bentuk awalnya. No problemo.

Kembali ke soal bedah buku. Bagi yang sudah baca buku ini tapi belum tau wujud tante Trinity seperti apa, jangan terkecoh dengan sosok wanita seksi tampak belakang yang ada di cover belakang bukunya. THAT’S NOT HER AT ALL! Atau ada yang sudah pernah melihatnya di acara (almarhum) Empat Mata, mungkin? Yap, seperti itulah wujud asli dari tante Trinity, gendut, selalu tampak ceria, dan pastinya gokil abis. Tak ada kesan terindah selain bisa ngobrol langsung dengan sang penulis yang telah sangat berjasa menginspirasi hidup saya ini. Apalagi bisa foto bersama. Keren dah! satu-satunya hal yang membuat saya agak kecewa di sini adalah, I failed to get the T-Shirt gara-gara salah nebak berat badan tante Trinity. Payah!